Dalam presidensi G20 2022 lalu pemerintah Indonesia mendukung isu transisi energi. Terutama dalam hal ini transisi energi berkelanjutan. Apa saja hal krusial yang perlu dibicarakan? Ketiganya meluputi bagaimana akses energi yang terjangkau, penggunaan teknologi pintar dan bersih, serta pembiayaan energi bersih berkelanjutan.
Saya kasih contoh pada poin penggunaan teknologi pintar dan bersih, artinya kurang lebih begini, bagaimana Indonesia memanfaat teknologi dengan mengaplikasikan penggunaan energi yang ramah lingkungan serta tidak menimbulkan polusi. Penggunaan mobil listrik misalnya.
Bicara mobil listrik, orang pasti akan mengingat elon Musk, figur penting di balik berdirinya Tesla. Bahkan ketika Tuan Musk datang ke Indonesia dan bertemu dengan Jokowi Indonesi seketika heboh. Ya, Tuan Musk muda ini menginisiasi perusahaan di bidang mobil listrik yang bernama Tesla. Di sini, saya tak akan membicarakan kehebohan Tuan Musk yang membuat banyak awak media tertarik untuk meliputnya.
Tak hanya Tesla yang membidani mobil listrik, beberapa perusahaan otomotif besar di dunia saat ini berlomba-lomba menciptakan inovasi mobil listrik yang tentunya lebih efisien dengan harga yang variatif supaya ke depannya lebih mudah diterima masyarakat dunia.
Mobil listrik menjadi spotlight beberapa waktu belakangan karena mobil listrik dinilai menjadi transportasi masa depan yang mendukung energi berkelanjutan serta nol emisi (gak bikin polusi yes!).
Bagi saya mobil listrik bukanlah hal yang baru, sebab selama saya kuliah, kampus saya sudah dalam tahap mengembangkan mobil listrik. Semenjak kuliah saya tergabung di UKM (Unit Kerja Mahasiswa) yang berfokus pada inovasi teknologi, salah satunya pada kreasi mobil listrik Garuda UNY.
Bahkan mobil listrik dari kampus saya sudah bersaing di kompetisi tingkat internasional (tahun 2015). Meskipun saat itu saya tidak terlibat secara langsung di divisi mobil listrik, saya tahu bagaimana kerja keras dan perjuangan teman-teman divisi ini dalam mengembangkan mobil listrik, bahkan dibela-belain sampai menginap dan lembur di basecamp!
Saya kutip dari Kompas, Menteri Perindustruan Agus Gumiwang mengatakan setidaknya saat ini ada 4 perusahaan bus listrik, 35 perusahaan roda dua, dan 3 perusahaan roda empat. Total nilai investasinya mencapai 1,87 triliun.
Meskipun saat ini penjualan mobil listrik belum sesignifikan dan semasif mobil biasa dengan bahan bakar fosil, elektrifikasi otomotif di masa depan menjadi sebuah keniscayaan. Ditambah saat ini pemerintah serius mewujudkan Net Zero Emission (NZE) guna menghadapi tantangan dan risiko perubahan iklim di masa mendatang.
Anyway, ada yang pernah dengar istilah Net Zero Emission sebelumnya? Mungkin beberapa kalian masih asing dengan istilah ini. Saya pertama kali dengan Net Zero Emission atau Net Emisi Karbon itu tahun lalu saat mengikuti virtual gathering Eco Blogger Squad #EcoBloggerSquad. Secara sederhana, Net Emisi Karbon adalah bagaimana upaya mengkondisikan jumlah emisi karbon yang dilepaskan ke atmosfer tidak melebih jumlah emisi yang mampu diserap bumi. Salah satu upaya untuk mendukung kondisi Net Emisi Karbon yakni kebijakan dari pemerintah berikut dukungan dari masyarakat. Transisi energi diperlukan guna mencapai keseimbangan antara aktivitas manusia dan juga alam.
Dikutip dari laman ESDM, untuk mencapai kondisi Net Emisi dan mengurangi jejak karbon pemerintah menerapkan lima prinsip; peningkatan energi baru dan terbarukan, pengurangan energi fosil, penggunaan kendaraan listrik di sektor transportasi, pemanfaatan listrik pada sektor industri dan rumah tangga, terakhir pemanfaatan Carbon Capture and Storage (penangkapan, penyimpanam, dan pemanfaatan karbon pada pembangkit listrik dan proses pengolahan gas alam).
Adanya transisi energi ini juga dinilai mampu menghalau selimut polusi yang ada di Indonesia. Udara bersih menjadi isu krusial yang perlu dibicarakan bersama karena polusi udara menjadi menimbulkan berbagai masalah bagi umat manusia dan juga lingkungan hidup. Tanpa adanya perubahan pada cara memproduksi dan menggunakan energi, maka intensitas polusi udara akan terus meningkat.
Hal buruk atau ancaman seperti apa yang bakal dihadapi manusia jika polusi melebihi ambang batas? Yang jelas dan yang paling bisa dilihat ancaman kesehatan seperti munculnya penyakit saluran napas akut yang menyerang paru-paru. Selain itu, keseimbangan alam pastinya juga bakalan terganggu. Polusi udara bisa menyebabkan suhu bumi meningkat dan air laut naik. Ketika suhu bumi meningkat di situlah perubahan iklim bakalan mengganggu keseimbangan alam ini.
Hal demikian diamini oleh Fariz Panghegar (Manager Riset traction Energi Asia) bahwasanya energi fosil yang tidak ramah lingkungan bisa menyebabkan selimut polusi kian pekat. Dalam virtual gathering dengan tema "Transisi Energi dan Selimut Polusi" yang diadakan baru-baru ini, Fariz Panghegar menjelaskan banyak hal mengenai transisi energi serta tantangan apa saja yang dihadapi Indonesia saat ini dalam hal proses transisi energi. Bahasanya renyah dan cukup mudah dipahami saya yang masih awam ini.
Fariz juga menjelaskan kepada kami semua yang mengikuti gathering tersebut langkah sederhana apa yang bisa kita lakukan untuk mendukung proses transisi energi. Misalnya dengan mematikan lampu jika tidak sedang digunakan atau upayakan menggunakan kendaraan umum ketimbang kendaraan pribadi
Transisi energi bukanlah hal yang mudah karena diperlukan adopsi dan penerimaan juga dari masyarakat. Dengan adanya berbagai instrumen dan kebijakan pemerintah semoga langkah ini menjadi terang benderang di masa yang akan datang. Indonesia sedang bersiap untuk itu!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar