Halaman

Senin, 16 Agustus 2021

Menjaga Lahan Gambut, Menjaga Kekayaan Hayati Indonesia

Hati saya cukup terenyuh menyaksikan.ular piton sepanjang 2.5 meter itu terpanggang hidup-hidup saat terjadi bencana kebakaran hutan di Kalimantan 2019 silam. Bukan hanya ular saja yang tergolong jenis fauna yang kerap kita jumpai, kebakaran tersebut mampu mengancam eksistensi fauna dan flora endemik di Bumi Borneo. 

Perlu kita ketahui bahwasanya Indonesia memiliki luas lahan gambut hingga 20 juta hektare. Lahan gambut merupakan rumah bagi beragam spesies, lahan gambut menjaga kenakekaragaman hayati Indonesia, dan masih banyak lagi. 

Awal Agustus lalu, saya mendapatkan kesempatab untuk mengikuti virtual blogger gathering "Eco Blogger Squad" dengan tema "Lindungi Lahan Gambut, Lindungi Fauna Indonesia." Acara tersebut mengundang 2 narasumber yang merupakan praktisi di bidangnya. Narasumber pertama yakni Herlina Agustin atau kerap disapa Bu Tin. Beliau dari Pusat Studi Komunikasi Lingkungan (Fakultas Ilmu Komunikasi) Universitas Padjadjaran. Narasumber kedua, Ola Abbas dari Pantau Gambut. 

Berdasarkan penuturan Bu Tin, Indonesia merupakan 10 besar negara mega biodiversitas, Indonesia merupakan pemasok terbesar produk satwa liar di Asia. Sebesar 12% mamalia, 7,3% amfibi dan retil, serta 17% spesies burung di dunia ada di Indonesia. Namun keberadaan spesies ini terancam kepunahan akibat faktor alam dan manusia. Sehingga Indonesia menghadapi laju kepunahan tercepat kedua di dunia setelah meksiko. Hal-hal yang menjadi ancaman spesies di negara ini tak lain karena penyelundupan. Penyelundupan satwa liar misalnya, Indonesia masuk kategori tertinggi nomor 4. Beberapa waktu yang lalu saya melihat penyelundupan anakan piton yang dimasukkan ke dalam boks berisi piala. Sungguh tak disangka di dalam piala tersebut terdapat ular kecil 3 ekor, satu ekor sudah mati. Mengenaskan sekali. Berita-berita kayak gini duh bikin sedih. 

Bu Tin menambahkan lagi, tingkat penurunan spesies terjadi karena perubahan iklim. Selain pembakaran lahan atau hutan secara disengaja oleh manusia, faktor alam seperti cuaca ekstrim yang sangat panas bisa memicu kebakaran lahan atau hutan. Selain itu juga perburuan besar-besaran tanpa kendali sangatlah berbahaya dan mengancam eksistensi spesies kita. Rekayasa genetika dan spesies invasif pun demikian.

Lha kok sampai rekayasa genetika segala? Lho pernah liat singa dikawinkan dengan harimau? Itu kalau sampai punya keturunan, anaknya biasanya akan menjadi cacat atau malah infertil. Kapan hari saya melihat ikan yang direkayasa secara genetika di mana DNA ikan tersebut dikawinkan dengan DNA ubur-ubur sehingga membuat ikan tersebut bercahaya. Ikan yang pada dasarnya di dalam air atau lautan tidak mengeluarkan cahaya bermaksud menyembunyikan diri dari serangan predator. Keberadaan ikan menjadi "bercahaya" menjadikan ikan tersebut mudah menjadi santapan predator. Gen ubur-ubur yang diinjeksi ke tubuh ikan secara faktual mengancam keberadaan ikan itu sendiri. Ketika seseorang berkomentar, "Ih lucu banget ikannya bisa menyala dalam gelap," saya justru malah kasihan sama ikannya. Ada spesies ikan yang memang dari sononya mengeluarkan cahaya, biasanya ikan jenis ini tinggal di laut dalam. Ikan yang gak bisa mengeluarkan cahaya, tak perlu direkayasa sedemikan rupa supaya menjadi bercahaya. Saya berharap video yang sempat viral beberapa waktu lalu adalah fake.

Nah, balik lagi ke topik lahan gambut. Dari awal ngomongin gambut terus. Gambut itu apa sih? Gambut merupakan tanah yang kaya material organik akibat pembusukan selama beribu-ribu tahun. Untuk membentuk lahan gambut dengan kedalaman 4 meter perlu waktu hingga 2 ribu tahun lamanya. Lahan gambut dikenal sebagai tempat menyimpanan karbon terbesar, setidaknya 53-60 miliar karbon ada di lahan gambut. 

Tahukah kamu bahwasanya lahan gambut purba satu-satunya di dunia ada di Indonesia, letaknya di pedalaman Kalimantan. Saya gak menyangka kedalamannya bisa mencapai 18 meter. Awwww, tubuh saya bisa ambles jika menginjak gambut purba tersebut.

Ola Abbas dari Pantau Gambut menuturkan gambut memiliki peran strategis dan penjaga iklim di Indonesia. Peran penting gambut di antaranya:

1. Gambut mampu mengurangi dampak bencana banjir dan kemarau. Ternyata gambut yang terdekomposisi mampu menahan air 2 hingga 6 kali lipat dari berat keringnya. Kebayang kan kalau lahan gambut terbakar. Air di dalamnya berubahnya menjadi api dan ini yang menjadi sulit dipadamkan karena bisa jadi di permukaan api terlihat padam, di kedalaman, baranya masih menyala.

2. Gambut menunjang perekonomian masyarakat setempat. Salah satu komoditas yang dihasilkan dari lahan gambut yakni tas purun yang batangnya diambil rumput purun yang hanya tumbuh di lahan gambut. Tas jenis ini kebanyakan dibuat oleh pengrajin yang tinggal di kawasan tersebut. Tas etnik purun bisa kamu jumpai marketplace. 

3. Gambut menjaga keanekaragaman hayati Indonesia. Beberapa fauna khas yang tinggal di kawasan lahan gambut di antaranya: orangutan, buaya sinyulong, beruang madu, dan harimau Sumatera. Di samping spesies lain yang tidak diketemukan di daerah lain. Lahan gambut perlu dijaga demi menjaga kelestarian biodiversitas baik fauna maupun flora.

4. Lahan gambut menjaga perubahan iklim. Sebagai penyimpan cadangan karbon terbesar, bagaimana jika gambut dirusak, karbon tersebut akan terlepas ke udara dan menjadi sumber utama emisi gas rumah kaca.

Bagaimana caranya supaya lahan gambut tetap terjaga? Salah satunya adalah dengan merestorasi lahan gambut. Restorasi gambut bertujuan untuk mengembalikan fungsi ekologi lahan gambut dan sejahterakan masyarakat. Upaya restorasi gambut dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu pembasahan, penanaman ulang, dan merevitalisasi sumber mata pencaharian masyarakat setempat.

Kita bisa mengupayakan melalui penyadartahuan kepada khalayak terkait pentingnya lahan gambut rumah bagi beragam spesies. Supaya apa? Supaya suara kita didengar gaungnya ke pemerintah sehingga pemerintah serius dan berkomitmen penuh dalam pengelolaan dan perlindungan lahan gambut. Menjaga gambut, menjaga keanekaragaman hayati Indonesia. Butuh waktu ribuan tahun untuk membentuk gambut, naum hanya sesaat untuk merusaknya (#Peatlandisnotwasteland).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar