Undang-Undang Nomor 33 mengenai Jaminan Produk Halal telah disahkan pada tahun 2014. Undang-Undang tersebut memuat pokok-pokok peraturan mengenai bagaimana jaminan ketersediaan produk halal, hak dan kewajiban pelaku usaha dalam memilih bahan hingga memproses produk halal, serta tata cara pengajuan permohonan sertifikat halal. Yups, akhir-akhir ini kesadaran masyarakat dan pelaku usaha mengenai produk halal mulai meningkat. Sektor produk halal tidak hanya menyangkut pada makanan dan minuman (pangan), obat-obatan, kosmetika, tetapi juga merambah ke jasa keuangan (fintech), dan pariwisata. Begitu besar pengaruh industri halal pada pertumbuhan ekonomi nasional membuat Bank Indonesia pada tahun 2018 membuat perhelatan The Indonesia International Halal Lifestyle Conference & Business Forum dengan tema "Halal Lifestyle Goes Global: Trend, Technology & Hospitality Industry.” Perhelatan ini diadakan seiring seirama dengan Sharia Economic Festival serta pertemuan tahunan IMF-World di Bali 2018 silam. Perhelatan yang menggandeng pemerintah, pengusaha, investor, dan para pemangku kepentingan tersebut bertujuan membangun komitmen, sinergi, dan strategi dalam hal membentuk ekosistem halal value chain di Indonesia. Salah satu caranya yakni dengan edukasi, social campaign, dan implementasi gaya hidup halal.
Lalu bagaimana komitmen dan strategi pemerintah daerah dalam rangka membangun industri halal yang sangat potensial tersebut? Kali ini saya berkesempatan menghadiri rangkaian acara Jogja Halal Food Expo 2019 yang didukung oleh Dinas Koperasi Usaha Kecil dan Menengah DI Yogyakarta dan PLUT-KUMKM DI Yogyakarta. Adapun PLUT-KUMKM (Pusat Layanan Umum Terpadu Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) merupakan lembaga yang menyediakan jasa yang sifatnya nonfinansial dan terintegrasi untuk pelaku UMKM dalam rangka mengembangkan kinerja produksi, manajerial, pemasaran, SDM, teknis, akses pembiayaan, dan lain sebagainya. Jadi, kalau kamu pelaku UMKM di wilayah Yogyakarta yang ingin mengembangkan usaha lebih baik lagi, jangan sungkan untuk bertandang dan membangun relasi dengan Dinas Koperasi dan PLUT ya. Apalagi untuk proses sertifikasi produk halal, tentu saja pelaku UMKM akan didukung dan difasilitasi oleh instansi tersebut.
Jogja Halal Food, tentu saja tema kali ini lebih fokus pada industri makanan halal di wilayah Yogyakarta. Berlokasi di Jogja Expo Center (JEC), perhelatan Jogja Halal Expo berlangsung mulai tanggal 20 hingga 24 Februari 2019. Tidak hanya menikmati suguhan kuliner halal, para pengunjung juga bisa mengikuti rangkaian acara mulai dari demo masak yang dipandu oleh Chef Dian serta talkshow "Makan Makanan yang Halal Yuk" yang menampilkan narasumber dari latar belakang yang berbeda. Mantap betul kan?
Saya sendiri datang di hari kedua, yakni tanggal 21 Februari 2019. Lantas inspirasi halal apa yang saya dapat selama seharian mengikuti acara tersebut? Berikut liputannya...
Mereguk Inspirasi Halal Journey Via Jogja Halal Food Expo 2019
Saking semangatnya, saya datang terlalu awal. Pukul 08.23 saya sudah tiba di venue. Suasana tampak temaram, maklum lampu-lampu stand belum semua dihidupkan. Selain itu banyak booth yang masih sepi, belum terlihat karyawan atau pemilik usaha yang melakukan aktivitas (goreng-menggoreng misalnya). Pengunjung pun bisa dihitung dengan jari. Saya memanfaatkan momen senggang tersebut untuk membuat catatan, halal journey journal 2019. Catatan tersebut diracik dan nantinya akan diposting di blog Arinta Story.
Menjelang siang, para pengunjung mulai berdatangan. Ada yang datang sendirian (((seperti saya))), berdua, bahkan berkelompok. Ada pengunjung yang mengabadikan momen bersama smartphone dan kamera digitalnya. Ada juga pengunjung yang mengobrol sembari menikmati sajian menu yang rasanya menggigit lidah. Pengunjung lain memborong aneka penganan untuk dijadikan oleh-oleh. Saya sungguh menikmati setiap jengkal momen tersebut.
Disclaimer : Dokumentasi tersebut adalah dokumentasi pribadi, dilarang mengambil foto tanpa ijin saya. |
Ini halal. Gak usah ditanya lagi!. Dokumentasi pribadi |
Chef Dian (berbaju hitam) bersama seorang peserta mempraktikkan cara membuat Orange Chocolate Tart. Dokpri |
Tak hanya mendapat transfer ilmu membuat 3 resep kue, pengunjung juga boleh mencicipi sampel yang ada. Dokpri |
Dari kiri ke kanan : Bu Sukamti, Bu Hani, Bu Syam, dan Pak Effendie. Dokumentasi pribadi |
Apa sih manfaat sebuah produk yang memiliki sertifikasi halal? Tentunya selain sertifikasi/label PIRT atau MD dari BPOM, sertikasi halal dari MUI dirasa sangat penting, mengingat Indonesia memiliki jumlah penduduk muslim terbesar di dunia. Pelaku usaha harusnya paham bahwa segmentasi pasar muslim begitu menggiurkan. Apalagi saat ini, Indonesia melalui Kementerian Pariwisata sedang gencar-gencarnya mempromosikan destinasi wisata halal. Selain itu, melalui sertifikasi halal, sebuah produk akan mendapatkan kepercayaan konsumen, memiliki unique selling point, dan terakhir meraih kesempatan pangsa pasar global di negara muslim seperti Malaysia, Brunai Darussalam, Uni Emiret Arab, Arab Saudi, dan sebagainya.
Bu Hani (tengah berbaju merah muda), Owner dari Fania Food bersama peserta magang. Dokumentasi Fania Food |
Berawal dari niat untuk menambah penghasilan, Bu Hani pada tahun 2008 menjajal peruntungan dengan membuat usaha produk olahan ikan. Jangan tanya bagaimana produk dan kemasan pada awal merintis usaha, pastinya perlu banyak masukan dan perbaikan dari segi kualitas. Saat itu pendampingan usaha dari dinas belumlah seperti sekarang ini. Lanjut ya. Adapun jenama FANIA, diambil dari gabungan dua putri Bu Hani, FA (farrel) dan NIA (Tania).
Pada tahun 2009, Bu Hani pertama kali mengikuti pameran produk di JEC, justru setelah pameran banyak permintaan dari supermarket-supermarket yang ada di Jogja. Namun, ketika memasarkan produk ke supermarket, satu hal yang paling esensial adalah mengenai perijinan dan sertifikasi produk, terutama ijin PIRT (BPOM) dan sertifikasi halal (MUI). Gimana ya caranya mendapat sertifikat halal? Pada tahun 2010, Bu Hani mampir ke dinas untuk menggali informasi lebih jauh mengenai sertifikasi produk halal. Setelah mendapat sertifikasi halal, produknya sudah mampu menembus supermarket. Kini, bukan hanya lebal PIRT dan sertifikasi halal saja, beberapa produk Fania Food sudah berstandar SNI dan menuju ISO.
Berawal dari hobi, kini Bu Hani memiliki rumah produksi sendiri. Berlokasi di daerah Gedongkuning, rumah produksi tersebut mampu memproduksi 600 pack produk olahan ikan dengan kuota rata-rata produksi per hari mencapai 150 Kg. Jumlah kuota akan semakin berlipat mendekati bulan-bulan tertentu, Ramadhan misalnya.
Produk terlaris dan masih menjadi primadona di Fania Food apalagi kalau bukan otak-otak bandeng. Ya, produk ini menjadi andalan Fania. Semua berawal dari kecintaan seorang ibu yang membawakan anaknya oleh-oleh berupa otak-otak bandeng.
"Ibu saya asli Kudus, jika berkunjung ke Jogja sering membawakan saya otak-otak bandeng. Karena penasaran dengan rasanya yang enak saya mencoba membuat sendiri dengan resep asli dari Kudus. Setelah beberapa kali percobaan, saya membuat cita rasa otak-otak bandeng yang sangat lezat." Kenang Bu Hani.
Fania Food telah menghasilkan produk olahan ikan yang berkualitas dan dapat dipertanggungjawabkan. Sudah jelas, Fania Food mengupayakan sertifikasi dan mengurus berbagai perijinan untuk produk-produknya. Proses produksi di Fania Food sudah melalui GMP (Good Manufacturing Practices) dan SSOP (Standard Sanitation Operational Procedure) sedemikan rupa sehingga mampu menghasilkan produk yang benar-benar higienis, bergizi dan bermanfaat bagi kesehatan tubuh.
"Awal mendaftar sertifikasi halal itu gratis, selanjutkan kita akan dikenai biaya. Setiap 2 tahun sekali saya memperpanjang sertifikasi halal."
Kerja keras diganjar manis. Berkat ketekunan, keuletan, dan komitmen untuk terus melakukan perbaikan, Bu Hani meraih sejumlah penghargaan. Beberapa penghargaan tersebut di antaranya Perempuan Wirausaha Nova, penghargaan Siddhakarya, Adibakti Mina Bahari, Anugerah Kreasi Mutu, dan sejumlah penghargaan lainnya.
Inspiratif sekali bukan?
Penjelasan sertifikasi produk halal oleh Pak Effendie. Dokumentasi pribadi |
"Ada 11 kriteria yang harus dipenuhi untuk membentuk komponen Sistem Jaminan Halal (SJH). Sebelas kriteria tersebut berupa kebijakan halal, tim halal perusahaan, training dan sosialisasi SJH, daftar bahan-bahan/material, produk, fasilitas produksi, prosedur untuk proses kritis, penanganan produk yang tidak sesuai kriteria, ketelusuran (traceability), audit halal internal, dan rapat tinjauan manajemen."
Pak Effendie menambahkan, "Mari jadikan halal sebagai lifestyle."
Mengawasi dan memastikan bahwa suatu produk telah memiliki sertifikasi halal merupakan tugas kita bersama. Bukan hanya pemerintah, tetapi juga pelaku usaha maupun masyarakat pada umumnya. Pak Effendie bercerita bahwa ada pelaku usaha mihun setelah memiliki sertifikasi halal mengalami kenaikan omset sebesar 400%. Sebagai tambahan lagi, menjelang lebaran atau tahun baru, supermarket tidak menerima parsel yang memiliki produk belum bersertifikasi halal. Butuh waktu kurang lebih 2 bulan untuk memproses sertifikasi halal.
"Kami mengupayakan adanya halal gathering sebagai ajang pertemuan pelaku usaha yang sadar akan pentingnya produk bersertifikasi halal."
Pungkasan mengenai halal gathering ini mengakhiri sesi talkshow tersebut, kemudian dilanjut dengan sesi tanya jawab. Peserta yang hadir sangat antusias dan mengajukan beberapa pertanyaan berkualitas.
Boom! Hari ini saya benar-benar mereguk inspirasi halal journey melalui Jogja Halal Food Expo 2019. Ibarat menapak jejak perjalanan, khazanah pengetahuan saya bertambah!
Bakpia Juwara Satoe telah memiliki sertifikasi halal. Dokumentasi pribadi |
Sertifikasi halal di pajang di bagian depan biar nampak oleh pengunjung. Dokumentasi pribadi. |